Senin, 22 Oktober 2012

Pengaruh bahasa pergaulan dalam bahasa Indonesia

1. Kaitan Bahasa Pergaulan terhadap Kemampuan Berbahasa Indonesia

Bahasa pergaulan yang cenderung ringkas membawa implikasi besar dalam kehidupan manusia karena tingkat keseringan penggunaan yang terlalu tinggi dan ranah kehidupan yang dimasuki juga teramat luas. 

Pada dasarnya setiap orang terutama remaja akan senantiasa peka dan terpengaruh apabila setiap hari dan dalam berbagai kesempatan dibeberi dengan ragam ringkas yang dapat diikuti dalam pergaulan maupun melalui media massa, lisan maupun tulisan. Ragam ringkas tersebut dapat didengar, dialami dan dibaca melalui beberapa koran dan majalah serta tayangan televisi dan film. Artinya, hampir setiap saat mereka melihat, mendengar dan terlibat dalam penggunaan bahasa ringkas tersebut, termasuk yang berbasis teknologi melalui jejaring sosial seperti: Facebook, Twitter, SMS, Blog, dan BBM. Ledakan peran teknologi menyebabkan bahasa ringkas turut masuk dalam keseharian kita. Merebaknya penggunaan bahasa ringkas secara leluasa tanpa hambatan, mengakibatkan orang malas untuk mempelajari bahasa yang baik dan benar, malas untuk bertutur kata mengikuti tatanan yang seharusnya.

2. “Bahasa Gaul” Di Kalangan Remaja
Bahasa gaul adalah dialek bahasa Indonesia nonformal yang digunakan oleh komunitas tertentu atau di daerah tertentu untuk pergaulan (KBBI, 2008: 116). Bahasa gaul identik dengan bahasa percakapan (lisan). Bahasa gaul muncul dan berkembang seiring dengan pesatnya penggunaan teknologi komunikasi dan situs-situs jejaring sosial.

Bahasa gaul pada umumnya digunakan sebagai sarana komunikasi di antara remaja sekelompoknya selama kurun tertentu. Hal ini dikarenakan, remaja memiliki bahasa tersendiri dalam mengungkapkan ekspresi diri. Sarana komunikasi diperlukan oleh kalangan remaja untuk menyampaikan hal-hal yang dianggap tertutup bagi kelompok usia lain atau agar pihak lain tidak dapat mengetahui apa yang sedang dibicarakannya. Masa remaja memiliki karakteristik antara lain petualangan, pengelompokan, dan kenakalan. Ciri ini tercermin juga dalam bahasa mereka. Keinginan untuk membuat kelompok eksklusif menyebabkan mereka menciptakan bahasa rahasia (Sumarsana dan Partana, 2002:150).
Menurut Owen (dalam Papalia: 2004) remaja mulai peka dengan kata-kata yang memiliki makna ganda. Mereka menyukai penggunaan metafora, ironi, dan bermain dengan kata-kata untuk mengekspresikan pendapat, bahkan perasaan mereka. Terkadang mereka menciptakan ungkapan-ungkapan baru yang sifatnya tidak baku. Bahasa seperti inilah yang kemudian banyak dikenal dengan istilah “Bahasa Gaul” atau Bahasa Alay.”

Indra Sarathan, dosen Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Sastra Universitas Padjadjaran berpendapat, munculnya fenomena bahasa alay di kalangan generasi muda adalah sebuah bentuk pemberontakan. Pemberontakan hanya akan terjadi jika ada sesuatu yang salah. Lalu apa yang salah ? “Bukan karena bahasa Indonesia yang kaku, melainkan metode pembelajaran di kelas yang mungkin kaku. Padahal tata bahasa Indonesia termasuk yang fleksibel dan mudah dipelajari,” ujarnya.
Sobana Hardjasaputra dalam sebuah tulisannya yang berjudul “Bahasa Nasional yang Belum Menasional” menyebutkan sejumlah hal yang menyebabkan bahasa Indonesia bisa semakin “tidak menasional”, di antaranya pengaruh bahasa media massa dan “bahasa gaul” bagi kalangan remaja. Oleh karena terbiasa menggunakan “Bahasa Gaul”, dalam pembicaraan formal pun para remaja lupa untuk berbicara dalam bahasa Indonesia yang baik dan benar. Inilah yang gawat. Selain itu, pengaruh budaya Barat yang sulit dibendung, akibat perkembangan teknologi juga akan berpengaruh terhadap penggunaan bahasa Indonesia yang semakin tidak merakyat.


3. Bahasa Indonesia dalam Konteks Pengaruh Lokal-nasional-global

Di tengah gegap gempita revolusi teknologi saat ini bahasa Indonesia seolah berada dalam cengkeraman kolonialisme baru di bawah arus narasi besar globalisasi. Lihatlah apa yang terjadi pada produk kapitalisme di ruang publik yang dipenuhi dengan ikon-ikon budaya (bahasa) asing. Atas nama keinginan pasar dan gengsi, hampir semua perumahan, hotel, restoran, mall, dan berbagai usaha besar, menengah, dan kecil di kota saat ini telah berani melanggar sumpah dengan tidak hirau lagi pada bahasanya sendiri.

Walaupun masalah kepunahan bahasa Indonesia tidak perlu lagi dikhawatirkan, terlebih setelah munculnya UU No. 24/2009, satu masalah yang perlu penanganan serius adalah masalah sikap berbahasa masyarakat kita. Di satu sisi bahasa Indonesia berupaya keras untuk memperkaya kosa kata dengan cara mengindonesiakan kata/istilah dari bahasa lain, terutama bahasa asing (Inggris), tetapi di sisi lain ada kecenderungan dari masyarakat kita, terutama kelompok terdidik, lebih mengagumi/memilih menggunakan bahasa asing meski sebenarnya sudah ada padanannya dalam bahasa Indonesia. Kalau kanyataan demikian terus terjadi, lalu bagaimana dengan kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia di negeri ini? Oleh sebab itu, pada tataran ini, perlu ada perubahan sikap dan pola pikir. 

Terlepas dari realitas bahwa bahasa Indonesia juga menciptakan bentuk kolonialisme bagi 726 bahasa daerah yang tersebar di 17.508 pulau di Indonesia, sejumlah pertanyaan berikut pantas diajukan berkenaan dengan semakin tergerogotinya bahasa Indonesia sebagai bahasa negara dan bangsa. Pertama, akankah identitas/jatidiri bangsa ini hilang jika bahasa asing mengguyur deras tak terbendung? Kedua, sudah semakin lemahkah kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia bagi bangsa ini di tengah arus besar penetrasi budaya dunia? Ketiga, bagaimana sikap mental warga bangsa ini yang berada dalam situasi tarik-menarik antara kepentingan lokal-nasional-global? Keempat, bagaimana upaya pengembangan bahasa Indonesia oleh para pengambil kebijakan dalam rangka pemertahanan identitas kebangsaan namun tetap eksis di tengah percaturan bangsa-bangsa di dunia?

Contoh Kasus :

1. Penggunaan Bahasa Gaul dalam Jejaring Sosial


Bahasa merupakan instrumen terpenting dalam kehidupan manusia. Manusia tidak dapat hidup tanpa menggunakan bahasa, baik lisan maupun tulisan. Bahasa adalah simbol-simbol yang digunakan untuk menyatakan gagasan, ide, dan perasaan orang kepada orang lain. Mulai dari bangun tidur, makan, mandi, sampai tidur lagi, atau melakukan berbagai aktivitas manusia lainnya, tidak luput dari adanya penggunaan bahasa.
Bahasa memiliki berbagai variasi atau ragam bahasa. Hartman dan Stork (1972) membedakan variasi berdasarkan kriteria (a) latar belakang geografi dan sosial penutur, (b) medium yang digunakan, dan (c) pokok pembicaraan. Variasi atau ragam bahasa menyangkut semua masalah pribadi para penuturnya, seperti usia, pendidikan, seks, pekerjaan, tingkat kebangsawanan, keadaan sosial ekonomi, dan sebagainya. Berdasarkan usia, kita dapat melihat perbedaan variasi bahasa yang digunakan oleh anak-anak, para remaja, orang dewasa, dan orang yang tergolong lanjut usia.
Variasi atau ragam bahasa berdasarkan penutur dan penggunaannya berkenaan dengan status, golongan, dan kelas penuturnya, biasanya disebut akrolek, basilek, vulgar, slang, kolokial, jargon, argot, dan ken. Ada juga yang menambah dengan istilah prokem.
Bahasa gaul atau bahasa prokem adalah ragam bahasa Indonesia nonstandar yang lazim digunakan di Jakarta pada tahun 1970-an yang kemudian digantikan oleh ragam yang disebut sebagai bahasa gaul.
Pada masa sekarang, bahasa gaul banyak digunakan oleh kaula muda, meski kaula tua pun ada juga yang menggunakannya. Bahasa ini bersifat temporal dan rahasia, maka timbul kesan bahwa bahasa ini adalah bahasa rahasianya para pencoleng atau penjahat, padahal sebenarnya tidak demikian. Faktor kerahasiaan ini menyebabkan kosakata yang digunakan dalam bahasa gaul sering kali berubah. Para remaja menggunakan bahasa gaul ini dalam ragam lisan dan ragam tulis, atau juga dalam ragam berbahasa dengan menggunakan media tertentu, misalnya, berkomunikasi dalam jejaring sosial.
Jejaring sosial merupakan media yang banyak digunakan para penutur bahasa untuk saling berkomunikasi jarak jauh melalui internet. Jejaring sosial yang banyak diminati oleh masyarakat, yaitu facebook dan twitter. Dalam facebook dan twitter, para pengguna dapat menuliskan apa yang sedang dipikirkannya dalam “status” dan dapat saling memberikan komentar pada “kiriman” dan “status” rekan-rekan mereka. Selain itu, mereka juga dapat saling berdialog dan memberi komentar satu sama lain.
Dalam jejaring sosial, para penutur bahasa gaul saling berdialog melalui ragam tulis. Dalam berbahasa tulis kita harus lebih menaruh perhatian agar kalimat-kalimat yang kita susun bisa dapat dipahami pembaca dengan baik. Oleh karena itu, para penutur bahasa gaul sering menciptakan kosakata baru yang mereka gunakan untuk berkomunikasi dalam jejaring sosial tersebut. Penggunaan kosakata bahasa gaul yang ada dalam jejaring sosial terus berkembang dan berganti mengikuti tren. Para penutur biasanya mengikuti bahasa gaul yang digunakan oleh para artis ibukota. Misalnya, adanya kata “Sesuatu” yang merupakan judul lagu yang dinyanyikan Syahrini. Adanya kalimat, “Terus gue harus bilang, wow, gitu?” Dengan jawaban, “Emang iya? Terus masalah buat lo?” yang sering dikatakan oleh Soimah, penyanyi solo dan presenter acara televisi.
Para remaja menganggap bahasa gaul dialek Jakarta lebih bergengsi dibandingkan dengan bahasa daerah. Kota Jakarta adalah kota metropolitan. Sehingga, para remaja di daerah dan yang pernah ke Jakarta merasa bangga bisa berbicara dalam dialek Jakarta itu. Selain itu, para remaja juga memerlukan bahasa tersendiri dalam mengungkapkan ekspresi diri. Sarana komunikasi diperlukan oleh kalangan remaja untuk menyampaikan hal-hal yang dianggap tertutup bagi kelompok usia lain atau agar pihak lain tidak dapat mengetahui apa yang sedang dibicarakannya. Masa remaja memiliki karakteristik antara lain petualangan, pengelompokan, dan kenakalan. Ciri ini tercermin juga dalam bahasa mereka. Keinginan untuk membuat kelompok eksklusif menyebabkan mereka menciptakan bahasa rahasia (Sumarsana dan Partana, 2002:150).
Walaupun istilah alay ini sudah dikenal di masyarakat luas dengan arti “orang norak”, tetapi hingga saat ini bahasa alay tersebut masih banyak digunakan oleh para remaja untuk menulis dalam facebook atau twitter. Beberapa kata yang sering dijumpai dalam “status” para pengguna jejaring sosial, misalnya, kata gue. Kini, untuk menyatakan kata saya para penutur bahasa gaul juga menggunakan kata saiia, aq, q, ak, gw, gua, w, akoh, aqoh, aqu, dan ane. Kemudian, kata Lo atau Lu sama seperti kata gue. Kini, untuk menyatakan kamu penutur bahasa gaul juga menggunakan lw, elu, elo, dan ente.
Selain kosakata di atas, ditemukan juga beberapa kosakata dari bahasa Indonesia yang berubah struktur penulisannya menjadi bahasa gaul yang sering dipakai dalam jejaring sosial

DAFTAR PUSTAKA :

 http://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1&cad=rja&ved=0CBwQFjAA&url=http%3A%2F%2Fwww.stiks-tarakanita.ac.id%2Ffiles%2FTarakanita%2520News%2520No.%25202%2FOpini%2F36%2520Bahasa%2520Pergaulan%2520dan%2520pengaruhnya%2520terhadap%2520kemampuan.pdf&ei=AxCFUJjuK8XOrQfYs4G4Cw&usg=AFQjCNHUyI_JmOu8uWbjFfEd8provIgPYA&sig2=efa-pMpDC9pXZDLdbcWpjQ

http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2011/04/%E2%80%9Cpengaruh-bahasa-gaul-dalam-perkembangan-bahasa-indonesia%E2%80%9D/ 

http://ustjogja.ac.id/v2/index.php?hl=db&from=846d1e91216f37a8fe35ebc57441e0b34d4d2851&cat=1b6453892473a467d07372d45eb05abc2031647a&bid=572e20738130fddc7c389f2ab14f4e4b22a97c39&title=Bahasa%20Indonesia%20dalam%20Konteks%20Pengaruh%20Lokal-nasional-global 

http://bahasa.kompasiana.com/2012/09/05/penggunaan-bahasa-gaul-dalam-jejaring-sosial/


Tidak ada komentar:

Posting Komentar