1. Kaitan Bahasa Pergaulan terhadap Kemampuan Berbahasa Indonesia
Bahasa pergaulan yang cenderung ringkas membawa implikasi besar dalam kehidupan manusia karena tingkat keseringan penggunaan yang terlalu tinggi dan ranah kehidupan yang dimasuki juga teramat luas.
Pada dasarnya setiap orang terutama remaja akan senantiasa peka dan terpengaruh apabila setiap hari dan dalam berbagai kesempatan dibeberi dengan ragam ringkas yang dapat diikuti dalam pergaulan maupun melalui media massa, lisan maupun tulisan. Ragam ringkas tersebut dapat didengar, dialami dan dibaca melalui beberapa koran dan majalah serta tayangan televisi dan film. Artinya, hampir setiap saat mereka melihat, mendengar dan terlibat dalam penggunaan bahasa ringkas tersebut, termasuk yang berbasis teknologi melalui jejaring sosial seperti: Facebook, Twitter, SMS, Blog, dan BBM. Ledakan peran teknologi menyebabkan bahasa ringkas turut masuk dalam keseharian kita. Merebaknya penggunaan bahasa ringkas secara leluasa tanpa hambatan, mengakibatkan orang malas untuk mempelajari bahasa yang baik dan benar, malas untuk bertutur kata mengikuti tatanan yang seharusnya.
2. “Bahasa Gaul” Di Kalangan Remaja
Bahasa gaul adalah dialek bahasa Indonesia nonformal yang digunakan oleh komunitas tertentu atau di daerah tertentu untuk pergaulan (KBBI, 2008: 116). Bahasa gaul identik dengan bahasa percakapan (lisan). Bahasa gaul muncul dan berkembang seiring dengan pesatnya penggunaan teknologi komunikasi dan situs-situs jejaring sosial.
Bahasa gaul adalah dialek bahasa Indonesia nonformal yang digunakan oleh komunitas tertentu atau di daerah tertentu untuk pergaulan (KBBI, 2008: 116). Bahasa gaul identik dengan bahasa percakapan (lisan). Bahasa gaul muncul dan berkembang seiring dengan pesatnya penggunaan teknologi komunikasi dan situs-situs jejaring sosial.
Bahasa gaul pada umumnya digunakan sebagai sarana komunikasi di antara remaja sekelompoknya selama kurun tertentu. Hal ini dikarenakan, remaja memiliki bahasa tersendiri dalam mengungkapkan ekspresi diri. Sarana komunikasi diperlukan oleh kalangan remaja untuk menyampaikan hal-hal yang dianggap tertutup bagi kelompok usia lain atau agar pihak lain tidak dapat mengetahui apa yang sedang dibicarakannya. Masa remaja memiliki karakteristik antara lain petualangan, pengelompokan, dan kenakalan. Ciri ini tercermin juga dalam bahasa mereka. Keinginan untuk membuat kelompok eksklusif menyebabkan mereka menciptakan bahasa rahasia (Sumarsana dan Partana, 2002:150).
Menurut Owen (dalam Papalia: 2004) remaja mulai peka dengan kata-kata yang memiliki makna ganda. Mereka menyukai penggunaan metafora, ironi, dan bermain dengan kata-kata untuk mengekspresikan pendapat, bahkan perasaan mereka. Terkadang mereka menciptakan ungkapan-ungkapan baru yang sifatnya tidak baku. Bahasa seperti inilah yang kemudian banyak dikenal dengan istilah “Bahasa Gaul” atau Bahasa Alay.”
Indra Sarathan, dosen Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Sastra Universitas Padjadjaran berpendapat, munculnya fenomena bahasa alay di kalangan generasi muda adalah sebuah bentuk pemberontakan. Pemberontakan hanya akan terjadi jika ada sesuatu yang salah. Lalu apa yang salah ? “Bukan karena bahasa Indonesia yang kaku, melainkan metode pembelajaran di kelas yang mungkin kaku. Padahal tata bahasa Indonesia termasuk yang fleksibel dan mudah dipelajari,” ujarnya.
Sobana Hardjasaputra dalam sebuah tulisannya yang berjudul “Bahasa Nasional yang Belum Menasional” menyebutkan sejumlah hal yang menyebabkan bahasa Indonesia bisa semakin “tidak menasional”, di antaranya pengaruh bahasa media massa dan “bahasa gaul” bagi kalangan remaja. Oleh karena terbiasa menggunakan “Bahasa Gaul”, dalam pembicaraan formal pun para remaja lupa untuk berbicara dalam bahasa Indonesia yang baik dan benar. Inilah yang gawat. Selain itu, pengaruh budaya Barat yang sulit dibendung, akibat perkembangan teknologi juga akan berpengaruh terhadap penggunaan bahasa Indonesia yang semakin tidak merakyat.
3. Bahasa Indonesia dalam Konteks Pengaruh Lokal-nasional-global
Di tengah gegap gempita revolusi
teknologi saat ini bahasa Indonesia seolah berada dalam cengkeraman
kolonialisme baru di bawah arus narasi besar globalisasi. Lihatlah apa
yang terjadi pada produk kapitalisme di ruang publik yang dipenuhi
dengan ikon-ikon budaya (bahasa) asing. Atas nama keinginan pasar dan
gengsi, hampir semua perumahan, hotel, restoran, mall, dan
berbagai usaha besar, menengah, dan kecil di kota saat ini telah berani
melanggar sumpah dengan tidak hirau lagi pada bahasanya sendiri.
Walaupun masalah kepunahan bahasa Indonesia tidak perlu lagi
dikhawatirkan, terlebih setelah munculnya UU No. 24/2009, satu masalah
yang perlu penanganan serius adalah masalah sikap berbahasa masyarakat
kita. Di satu sisi bahasa Indonesia berupaya keras untuk memperkaya
kosa kata dengan cara mengindonesiakan kata/istilah dari bahasa lain,
terutama bahasa asing (Inggris), tetapi di sisi lain ada kecenderungan
dari masyarakat kita, terutama kelompok terdidik, lebih
mengagumi/memilih menggunakan bahasa asing meski sebenarnya sudah ada
padanannya dalam bahasa Indonesia. Kalau kanyataan demikian terus
terjadi, lalu bagaimana dengan kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia di
negeri ini? Oleh sebab itu, pada tataran ini, perlu ada perubahan
sikap dan pola pikir.
Terlepas dari realitas bahwa bahasa Indonesia juga menciptakan bentuk
kolonialisme bagi 726 bahasa daerah yang tersebar di 17.508 pulau di
Indonesia, sejumlah pertanyaan berikut pantas diajukan berkenaan dengan
semakin tergerogotinya bahasa Indonesia sebagai bahasa negara dan
bangsa. Pertama, akankah identitas/jatidiri bangsa ini hilang jika bahasa asing mengguyur deras tak terbendung? Kedua, sudah semakin lemahkah kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia bagi bangsa ini di tengah arus besar penetrasi budaya dunia? Ketiga, bagaimana sikap mental warga bangsa ini yang berada dalam situasi tarik-menarik antara kepentingan lokal-nasional-global? Keempat,
bagaimana upaya pengembangan bahasa Indonesia oleh para pengambil
kebijakan dalam rangka pemertahanan identitas kebangsaan namun tetap
eksis di tengah percaturan bangsa-bangsa di dunia?
Contoh Kasus :
1. Penggunaan Bahasa Gaul dalam Jejaring Sosial
Bahasa
merupakan instrumen terpenting dalam kehidupan manusia. Manusia tidak
dapat hidup tanpa menggunakan bahasa, baik lisan maupun tulisan. Bahasa
adalah simbol-simbol yang digunakan untuk menyatakan gagasan, ide, dan
perasaan orang kepada orang lain. Mulai
dari bangun tidur, makan, mandi, sampai tidur lagi, atau melakukan
berbagai aktivitas manusia lainnya, tidak luput dari adanya penggunaan
bahasa.
Bahasa
memiliki berbagai variasi atau ragam bahasa. Hartman dan Stork (1972)
membedakan variasi berdasarkan kriteria (a) latar belakang geografi dan
sosial penutur, (b) medium yang digunakan, dan (c) pokok pembicaraan.
Variasi atau ragam bahasa menyangkut semua masalah pribadi para
penuturnya, seperti usia, pendidikan, seks, pekerjaan, tingkat
kebangsawanan, keadaan sosial ekonomi, dan sebagainya. Berdasarkan usia,
kita dapat melihat perbedaan variasi bahasa yang digunakan oleh
anak-anak, para remaja, orang dewasa, dan orang yang tergolong lanjut
usia.
Variasi
atau ragam bahasa berdasarkan penutur dan penggunaannya berkenaan
dengan status, golongan, dan kelas penuturnya, biasanya disebut akrolek, basilek, vulgar, slang, kolokial, jargon, argot, dan ken. Ada juga yang menambah dengan istilah prokem.
Bahasa gaul atau bahasa prokem adalah ragam bahasa Indonesia nonstandar yang lazim digunakan di Jakarta pada tahun 1970-an yang kemudian digantikan oleh ragam yang disebut sebagai bahasa gaul.
Pada
masa sekarang, bahasa gaul banyak digunakan oleh kaula muda, meski
kaula tua pun ada juga yang menggunakannya. Bahasa ini bersifat temporal
dan rahasia, maka timbul kesan bahwa bahasa ini adalah bahasa
rahasianya para pencoleng atau penjahat, padahal sebenarnya tidak
demikian. Faktor kerahasiaan ini menyebabkan kosakata yang digunakan
dalam bahasa gaul sering kali berubah. Para remaja menggunakan bahasa
gaul ini dalam ragam lisan dan ragam tulis, atau juga dalam ragam
berbahasa dengan menggunakan media tertentu, misalnya, berkomunikasi
dalam jejaring sosial.
Jejaring
sosial merupakan media yang banyak digunakan para penutur bahasa untuk
saling berkomunikasi jarak jauh melalui internet. Jejaring sosial yang
banyak diminati oleh masyarakat, yaitu facebook dan twitter. Dalam
facebook dan twitter, para pengguna dapat menuliskan apa yang sedang
dipikirkannya dalam “status” dan dapat saling memberikan komentar pada
“kiriman” dan “status” rekan-rekan mereka. Selain itu, mereka juga dapat
saling berdialog dan memberi komentar satu sama lain.
Dalam
jejaring sosial, para penutur bahasa gaul saling berdialog melalui
ragam tulis. Dalam berbahasa tulis kita harus lebih menaruh perhatian
agar kalimat-kalimat yang kita susun bisa dapat dipahami pembaca dengan
baik. Oleh karena itu, para penutur bahasa gaul sering menciptakan
kosakata baru yang mereka gunakan untuk berkomunikasi dalam jejaring
sosial tersebut. Penggunaan kosakata bahasa gaul yang ada dalam jejaring
sosial terus berkembang dan berganti mengikuti tren. Para penutur
biasanya mengikuti bahasa gaul yang digunakan oleh para artis ibukota.
Misalnya, adanya kata “Sesuatu” yang merupakan judul lagu yang
dinyanyikan Syahrini. Adanya kalimat, “Terus gue harus bilang, wow,
gitu?” Dengan jawaban, “Emang iya? Terus masalah buat lo?” yang sering
dikatakan oleh Soimah, penyanyi solo dan presenter acara televisi.
Para
remaja menganggap bahasa gaul dialek Jakarta lebih bergengsi
dibandingkan dengan bahasa daerah. Kota Jakarta adalah kota
metropolitan. Sehingga, para remaja di daerah dan yang pernah ke Jakarta
merasa bangga bisa berbicara dalam dialek Jakarta itu. Selain
itu, para remaja juga memerlukan bahasa tersendiri dalam mengungkapkan
ekspresi diri. Sarana komunikasi diperlukan oleh kalangan remaja untuk
menyampaikan hal-hal yang dianggap tertutup bagi kelompok usia lain atau
agar pihak lain tidak dapat mengetahui apa yang sedang dibicarakannya.
Masa remaja memiliki karakteristik antara lain petualangan,
pengelompokan, dan kenakalan. Ciri ini tercermin juga dalam bahasa
mereka. Keinginan untuk membuat kelompok eksklusif menyebabkan mereka
menciptakan bahasa rahasia (Sumarsana dan Partana, 2002:150).
Walaupun
istilah alay ini sudah dikenal di masyarakat luas dengan arti “orang
norak”, tetapi hingga saat ini bahasa alay tersebut masih banyak
digunakan oleh para remaja untuk menulis dalam facebook atau twitter. Beberapa kata yang sering dijumpai dalam “status” para pengguna jejaring sosial, misalnya, kata gue. Kini, untuk menyatakan kata saya para penutur bahasa gaul juga menggunakan kata saiia, aq, q, ak, gw, gua, w, akoh, aqoh, aqu, dan ane. Kemudian, kata Lo atau Lu sama seperti kata gue. Kini, untuk menyatakan kamu penutur bahasa gaul juga menggunakan lw, elu, elo, dan ente.
Selain
kosakata di atas, ditemukan juga beberapa kosakata dari bahasa
Indonesia yang berubah struktur penulisannya menjadi bahasa gaul yang
sering dipakai dalam jejaring sosial
DAFTAR PUSTAKA :
http://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1&cad=rja&ved=0CBwQFjAA&url=http%3A%2F%2Fwww.stiks-tarakanita.ac.id%2Ffiles%2FTarakanita%2520News%2520No.%25202%2FOpini%2F36%2520Bahasa%2520Pergaulan%2520dan%2520pengaruhnya%2520terhadap%2520kemampuan.pdf&ei=AxCFUJjuK8XOrQfYs4G4Cw&usg=AFQjCNHUyI_JmOu8uWbjFfEd8provIgPYA&sig2=efa-pMpDC9pXZDLdbcWpjQ
http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2011/04/%E2%80%9Cpengaruh-bahasa-gaul-dalam-perkembangan-bahasa-indonesia%E2%80%9D/
http://ustjogja.ac.id/v2/index.php?hl=db&from=846d1e91216f37a8fe35ebc57441e0b34d4d2851&cat=1b6453892473a467d07372d45eb05abc2031647a&bid=572e20738130fddc7c389f2ab14f4e4b22a97c39&title=Bahasa%20Indonesia%20dalam%20Konteks%20Pengaruh%20Lokal-nasional-global
http://bahasa.kompasiana.com/2012/09/05/penggunaan-bahasa-gaul-dalam-jejaring-sosial/
http://bahasa.kompasiana.com/2012/09/05/penggunaan-bahasa-gaul-dalam-jejaring-sosial/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar